Total Pageviews

Saturday, December 18, 2010

Terima kasih.. IBU.. ^^

Saat pertama kali aku masuk sekolah di Taman Kanak-kanak itu, ia yang mengantarku hingga masuk ke dalam kelas. Dengan sabar pula ia menunggu. Sesekali kulihat dari jendela kelas, ia masih duduk di seberang sana. Aku tak peduli dengan setumpuk pekerjaannya di rumah, dengan rasa kantuk yang menderanya, atau terik matahari, bahkan hujan sekalipun. Juga rasa jenuh dan bosannya menunggu. Yang penting aku senang ia berada di sana. Menungguiku sampai bel pulang berbunyi.

Kini, setelah aku besar aku malah sering meninggalkannya, bermain bersama teman-temanku, bepergian tanpa peduli rasa khawatirnya. Tak pernah aku menungguinya ketika ia sakit, ketika ia membutuhkan pertolonganku disaat tubuhnya mulai melemah. Saat aku menjadi dewasa dan berumah tangga, aku meninggalkannya karena tuntutan rumah tangga.

Sewaktu masih kecil, aku sering merasa dijadikan pembantu olehnya. Ia selalu menyuruhku mengerjakan tugas-tugas seperti menyapu lantai dan mengepelnya setiap pagi. Setiap hari, aku dipaksa membantunya memasak di pagi buta bahkan sebelum ayah dan adik-adikku bangun. Bahkan sepulang sekolah, ia tak mengijinkanku bermain sebelum semua pekerjaan rumah aku selesaikan. Sehabis makan, aku pun harus mencucinya sendiri, juga peralatan dan piring kotor bekas masakan dan makanan yang lain. Tidak jarang aku merasa kesal dengan semua beban yang diberikannya hingga setiap kali mengerjakannya aku selalu menunjukkan muka cemberut dan mengeluh.

Di saat usiaku menanjak remaja, aku sering merasa malu berjalan bersamanya. Pakaian dan dandanannya yang kuanggap kuno jelas tak serasi dengan penampilanku yang trendi. Bahkan seringkali aku sengaja mendahuluinya berjalan satu-dua meter di depannya agar orang tak menyangka aku sedang berjalan bersamanya.

Padahal menurut cerita orang, sejak aku kecil Bundaku memang tak pernah memikirkan penampilannya, ia sangat jarang membeli pakaian baru, apalagi perhiasan. Ia sisihkan semua untuk membelikanku pakaian yang bagus-bagus agar aku terlihat cantik, ia pakaikan juga perhiasan di tubuhku dari sisa uang belanja bulanannya. Padahal aku juga tahu, ia yang dengan penuh kesabaran, kelembutan dan kasih sayang mengajariku berjalan. Ia mengangkat tubuhku ketika aku terjatuh, membasuh luka di kakiku dan mendekapku erat-erat saat aku menangis.

Selepas SMA, ketika aku mulai memasuki dunia baruku di perguruan tinggi. Aku semakin merasa jauh berbeda dengannya. Aku yang pintar, cerdas dan berwawasan seringkali menganggap Bunda sebagai orang bodoh, tak berwawasan dan tak mengerti apa-apa. Hingga kemudian komunikasi yang berlangsung antara aku dengannya hanya sebatas permintaan uang kuliah dan segala tuntutan keperluan kampus lainnya.

Usai wisuda sarjana, baru aku mengerti, Bunda yang kuanggap bodoh, tak berwawasan dan tak mengerti apa-apa itu, telah melahirkan anak cerdas yang mampu meraih gelar sarjananya. Meski Bunda bukan orang berpendidikan, tapi dari tangan dan do’a di setiap sujudnya, pengorbanan dan cintanyalah aku dapat memperoleh apapun yang kuinginkan jauh melebihi apa yang sudah kuraih. Tanpamu Bunda, aku tak akan pernah menjadi seperti aku yang sekarang.

Pada hari pernikahanku, ia menggandengku menuju pelaminan. Ia tunjukkan bagaimana meneguhkan hati, memantapkan langkah menuju dunia baru itu. Sesaat kupandang senyumnya begitu menyejukkan, jauh lebih indah dari keindahan senyum suamiku. Usai akad nikah, ia langsung menciumku saat aku bersimpuh di kakinya. Saat itulah aku menyadari, bahwa ia jugalah yang pertama kali memberikan kecupan hangatnya ketika aku terlahir ke dunia ini.

Kini setelah aku sibuk dengan urusan rumah tanggaku, aku sangat jarang sekali menjenguknya atau menanyai kabarnya. Sungguh, kini setelah aku mempunyai anak, aku baru tahu bahwa segala kiriman uangku setiap bulannya tak lebih berarti dibanding kehadiranku untuknya.

Bunda…maafkanlah anakmu ini. Bunda… Aku akan datang hari ini dan ijinkan Aku mencium kening Bunda, bersujud di kaki Bunda, mendekap erat Bunda meski tak akan pernah bisa sehangat cinta dan kasih tulusmu kepadaku…
Sahabat , sudahkah anda mengucapkan rasa terima kasih kepada ibu kalian pada Hari Ibu ini?  tidak ada salahnya pada hari yang bahagia ini, anda mengucapkan rasa cinta anda kepada ibu, dengan mengucapkan satu kalimat Singkat, yaitu: " Terima Kasih Bu.."

chek sumbernya gan.. : www.rumahkerja.com

No comments:

Post a Comment